Senin, 28 April 2008

Bongkar Rumah Pengasuh2






Lanjutan postingan bongkar rumah pengasuh

Bongkar Rumah Pengasuh






Inilah prosesi pembongkaran rumah Pengasuh Pesantren Sukalenah. Dilaksanakan hari Jum'at, 25/04/2008. Pembongkaran dilakukan karena sudah terlalu tua, sudah tak layak lagi untuk ditempati. Kayu atap penyangga sudah lapuk dimakan usia, juga dimakan rayap.

Minggu, 23 Maret 2008

Sejarah Pesantren Sukalenah

Pondok pesantren Sukalenah terletak di Dusun Urug, Desa Pusakasari, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis-Jawa Barat. Berada kira-kira 8 km di sebelah utara kota Ciamis.
Pesantren ini didirikan pada tahun 1940 oleh KH. Fachruddin (almarhum, W. 1962). Pesantren ini dinamakan Sukalenah (Sunda: suka=betah, dan lenah=rata/datar/rapih) karena menempati tempat yang datar dan rapih. Sukalenah pun (bisa juga) diambil dari nama isteri pendiri yang bernama Sukaenah (W. 1994), yaitu dengan tambahan huruf "L" antara "suka" dan "enah". Hal ini beliau lakukan, kemungkinan, karena cintanya beliau terhadap isterinya.
Sebelum mendirikan Pesantren Sukalenah, KH. Fachruddin mengelola Pesantren Buniasih yang terletak 210 meter dari Pesantren Sukalenah. Kyai yang sering dipanggil "mama" inimerupakan pembuka agama Islam di Kecamatan Cipaku, sehingga banyak orang yang belajar agama kepadanya dari berbagai daerah. Untuk menampung minat tersebut maka dibangunlah pondok sederhana. Santri yang belajar merupakan santri kalong, yang hanya melakukan kegiatan pengajian dari sore sampai pagi hari, sedangkan siang hari mereka membantu pekerjaan orangtua.
Karena letak Pesantren Buniasih yang kurang strategis dan berlokasi di pinggir sungai besar, maka pada saat musim hujan pada tahun 1939, sebagian lokasi pesantren longsor dan hancur terkena banjir. Untuk itu, bulan April 1940 KH. Fachruddin memindahkan lokasi pondok dengan memboyong keluarga dan seluruh santrinya yang berjumlah 60an santri putra (belum menerima putri) ke lokasi Pesantren Sukalenah sekarang. pada saat didirikannya, pesantren baru memiliki sebuah tempat tinggal kyai, sebuah masjid dan sebuah asrama (pondok) yang sangat sederhana.
Pada zaman penjajahan, Pesantren Sukalenah, sebagaimana pesantren-pesantren lain, diharuskan mengikuti undang-undang Ordonansi Belanda yang membatasi materi dan kitab-kitab teks pengajian. Kendati demikian, pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda tersebut tidak mengurangi minat para pemuda untuk belajar di pesantren. Terbukti waktu itu jumlah santri 60 orang.
Setelah Indinesia merdeka, para santri mulai menyadari bahwa kemerdekaan negeri tercinta yang telah diperjuangkan, harus pula disertai dengankemerdekaan di bidang pendidikan pesantren.
Dalam kondisi itulah Pesantren Sukalenah, sedikit demi sedikit terus mengembangankan berbagai sarana dan fasilitas pendidikan yang diperlukan oleh santri.
Perubahan tersebut setidaknya terjadi setelah pergantian pengasuh pesantren. Setelah wafatnya KH. Fachruddin (01 September 1962) pesantren tersebut kemudian dipimpin oleh KH. AZ. Muttaqien. Menantu yang menikah dengan satu-satunya puteri beliau, Ny. Siti Rohmah.
Disamping peningkatan fasilitas dan sarana pendidikan untuk santri, hal yang sangat penting adalah, bahwa pendidikan pesantren yang cenderung hanya mengkaji ilmu-ilmukeislaman, sejak dasawarsa enampuluhan, Pesantren Sukalenah mulai memoderenisasi sistem pendidikannya dengan mendirikan lembaga-lembaga subsistem pendidikan formal. Pada tahun 1964 sampai 1969 mengadakan kelas jauh MI (Madrasah Ibtidaiyah). Lembaga pendidikan formal yang pertama didirikan adalah Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak) pada tahun 1970, yang hingga sekarang masih berdiri.
Kemudian pada 15 Juli 1970 berdiri Mualimin (setingkat SMA), setelah berlangsung sepuluh tahun, tepatnya 17 Juli 1980 Mualimin dibubarkan. Pembubaran tersebut terjadi setelah turunnya Surat Keputusan yang menerangkan bahwa kelas 4, 5 dan 6 Mualimin harus berada di pusat kota, Ciamis.
Pada tahun tujuhpuluhan terjadi perubahan nama, dari Sukalenah menjadi Pesantren Kader Mujahid Islam (PKMI). Penamaan ini tak berlangsung lama, setelah terjadi kebakaran hebat pada tahun 1978 yang memusnahkan asrama putera dan tempat pengajian, nama Sukalenah kembali dipakai.
Pada tahun 1985 KH. AZ. Muttaqien kembali ke kampung halamannya , Desa Sindangwangi Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes-Jawa Tengah. Hal tersebut beliau lakukan karena permintaan masyarakat di kampungnya. Di sana beliau mendirikan Pesantren Al-Manar, sedangkan Pesantren Sukalenah dia mandatkan kepada Kyai Oban Sobana yang dibantu oleh Kyai U. Supendi.
Pada acara penutupan santri kilat angkatan tahun 1998, Pesantren Sukalenah mengadakan temu alumni yang dipimpin langsung oleh KH. AZ. Muttaqien dan menghasilkan beberap[a agenda. Diantaranya; mendirikan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.
Sebagai tindak lanjutnya, maka pada bulan Juli 1999 berdirilah Madrasah Tsanawiyah Mujahidin (MTsM) kemudian pada Juli 2000 berdiri Madrasah Aliyah Mujahidin (MAM). Nama Mujahidin diambil dari PKMI (Pesantren Kader Mujahid Islam). Sehingga masyarakat saat ini lebih mengenal Pesantren Sukalenah dengan sebutan Pesantren Mujahidin.
Asas yang menjiwai Pesantren Sukalenah adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah as shalihah. Dengan asas yang demikian jelas itu, Pesantren Sukalenah bertujuan mencetak generasi yang laim yang tafaquh fiddin, amilin fi sabilillah, berakhlak al-karimah yang sanggup menerima dan mengamalkan Islam secara kaffah di tengah kemajuan zaman.